“Duuuh kenapa sih aku gampang merasa khawatir atau terlalu fokus pada masalah hidup.. padahal kan banyak hal tentang hidup yang dapat dinikmati?” Pernah kah teman-teman berpikir seperti itu tentang diri teman-teman?"
Kecenderungan untuk lebih memperhatikan hal-hal negatif dalam hidup bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah kepribadian kita. Kepribadian adalah karakteristik yang relatif konsisten, yang terlihat dari pola perilaku, sikap, kebiasaan, dan perasaan kita. Jadi, memang ada orang-orang yang secara alami, karena kepribadiannya, lebih cenderung berfokus pada hal-hal yang kurang menyenangkan dalam hidup.
Nah, dalam beberapa dekade terakhir, perspektif neuropsikologi – ilmu yang mempelajari hubungan antara otak dan sistem saraf pusat dengan pikiran dan perilaku manusia – menjelaskan bahwa kepribadian bisa terbentuk melalui pengalaman masa lalu yang memengaruhi cara kerja otak kita. Misalnya, seseorang yang sejak kecil terus-menerus mengalami situasi yang membuatnya merasa tidak aman akan memiliki koneksi neuron di otak yang lebih kuat terkait dengan rasa tidak nyaman. Penguatan koneksi neuron tersebut akan memudahkan individu tersebut untuk mengenali peristiwa yang mengancam dan mengambil aksi yang dapat melindunginya dari ancaman. Sedangkan, pengalaman menyenangkan yang jarang dialami oleh individu tersebut akan cenderung tereliminasi karena otak selalu berusaha meningkatkan efisiensinya. Semakin sering seseorang menghadapi pengalaman negatif, semakin kuat pula jalur neuron yang terbentuk untuk merespons pengalaman serupa di masa depan. Sebaliknya, jika seseorang bertumbuh dengan lebih banyak pengalaman positif, ia akan lebih mudah mengenali dan menikmati hal-hal menyenangkan dalam hidup.
Dari neuropsikologi kita juga belajar bahwa pengalaman tidak menyenangkan yang terjadi di masa lalu – terutama dalam 12 bulan pertama kehidupan – dapat memengaruhi kemampuan inhibisi (inhibitory control) individu, yaitu mekanisme otak yang membantu kita menyaring informasi dan mengarahkan perhatian. Kemampuan ini penting karena setiap harinya kita menerima begitu banyak informasi, dan tanpa penyaringan yang baik, kita mudah merasa kewalahan. Nah kemampuan untuk memfilter ini membantu kita untuk hanya memproses informasi yang benar-benar diperlukan.
Setiap orang memiliki tingkat kemampuan inhibisi yang berbeda-beda. Jika seseorang memiliki kontrol inhibisi yang lemah terhadap hal-hal negatif, ia akan lebih sulit menyaring fokusnya dari hal-hal yang dipersepsikan sebagai hal yang negatif, misalnya kesulitan untuk mengabaikan kritik yang diterima dari orang lain.
Meskipun kecenderungan bawaan dalam menyaring informasi bisa berbeda-beda pada setiap orang, kabar baiknya adalah otak kita memiliki sifat plastis! Plastisitas otak berarti kita bisa mempelajari hal-hal baru dan membentuk koneksi neuron yang sebelumnya tidak ada. Dengan kata lain, meskipun kita terbiasa fokus pada hal-hal negatif, kita masih bisa melatih diri untuk lebih sadar terhadap hal-hal positif.
Bagaimana caranya? Contoh sederhananya, ketika kita duduk di kedai kopi, terdapat banyak hal yang terjadi di sekitar kita. Kita dapat memberi perhatian kepada musik yang sedang mengalun, percakapan yang terdengar dari meja sebelah, atau bisingnya jalan di depan kedai kopi tempat kita duduk. Ketika kita memakai headphone peredam suara (noise-cancelling headphone), akan mudah bagi kita untuk berfokus pada pekerjaan kita, bukan? Kita menjadi sadar, “Oh, ternyata masih banyak pekerjaan yang menungguku,” dan kita pun tidak terhanyut mendengarkan percakapan orang lain. Demikian cara kerja atensi (perhatian) untuk meningkatkan kesadaran kita.
Sehingga kalau pertanyaannya “bagaimana kita bisa mulai lebih sadar terhadap momen-momen sederhana yang membahagiakan?”, seperti contoh di atas, mulai lah untuk melatih diri untuk meningkatkan kesadaran dengan mengarahkan atensi kita kepada hal-hal menyenangkan yang terjadi di sekitar kita. Kata kuncinya adalah melatih diri, terutama bagi kita yang memiliki kecenderungan bawaan seperti yang telah dijelaskan.
Misalnya, ketika menikmati secangkir kopi yang pas rasanya, jangan hanya melewatinya begitu saja. Cobalah untuk mengambil waktu sejenak untuk menikmati momen tersebut dengan berpikir, “Wah, kopi ini benar-benar enak dan pas di lidah!” Sebaliknya, jika hujan turun dan kita lupa membawa payung, reaksi pertama kita mungkin menjadi kesal dan berpikir bahwa hari kita akan menjadi buruk. Nah, ini adalah contoh kontrol inhibisi terhadap informasi negatif yang perlu dilatih. Caranya, dengan mengarahkan atensi kepada hal yang positif. Ternyata, meskipun kita terjebak hujan, kita masih memiliki tempat berteduh, lho. Dengan membiasakan mengarahkan atensi dan mencari makna positif dari hal yang terjadi, otak akan membentuk koneksi baru yang memperkuat sensitivitas terhadap hal-hal positif dalam hidup.
Cara kerja otak kita memang memiliki pengaruh besar terhadap emosi dan perilaku kita. Namun, kita masih bisa, kok, untuk mengubahnya! Mulai lah melatih diri untuk lebih sadar akan hal positif yang terjadi. Dengan mengubah cara pikir kita, maka cara kita mengalami dunia pun akan berubah.
Kalau teman-teman masih kesulitan dalam menerapkan hal ini, teman-teman boleh lho, melakukan konsultasi pada ahli atau profesional dalam bidang psikologi. Yuk, mulai langkah untuk menciptakan hidup yang lebih bahagia.
Referensi: