Psikolog anak dan remaja dari PION Clinician Katarina Ira Puspita, S.Psi., M.Psi mengatakan proses belajar harus menyenangkan dan tidak kaku agar anak-anak peserta didik mampu menyerap pelajaran dengan maksimal. Dalam buku “Research-Based Strategies to Ignite Student Learning: Insights from a Neurologist and Classroom Teacher”, seorang neurolog Judy Willis menunjukkan bagaimana pengalaman menyenangkan meningkatkan kadar dopamin, endorfin, dan oksigen pada otak anak, kata Katarina dalam siaran persnya, Rabu (8/12) .
Kadar dopamin yang meningkat akan menambah motivasi dan semangat, kadar endorfin yang meningkat bisa menurunkan tingkat stres, dan kadar oksigen yang meningkat bisa memperlancar kerja otak. Salah satu tantangan terbesar orang tua dan guru dalam hal mendidik anak adalah memastikan anak tetap termotivasi dan mampu memahami materi yang sedang diajarkan. Sejak pandemi COVID-19, tantangan tersebut menjadi semakin berat karena proses belajar mengajar yang kehilangan sebagian unsur sosialnya.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun lalu menunjukkan bahwa sekitar 76,7 persen siswa mengaku tidak senang dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), dan 81,8 persen mengaku proses tersebut menekankan pada pemberian tugas, bukan pada diskusi. Sebuah penelitian yang dipublikasikan pada Jurnal Studi Guru dan Pembelajaran Agustus 2021 lalu juga menjelaskan bahwa dalam implementasi PJJ yang sukses banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti waktu pembelajaran yang fleksibel, presentasi guru yang terbatas interaksinya dan monoton, dan kebingungan siswa atas sistem PJJ yang kian berubah.
Beberapa hal ini akan berpengaruh pada menurunnya motivasi belajar siswa, dan pada akhirnya menyebabkan learning loss atau gagal terbentuknya pengetahuan/pembelajaran baru bahwa di masa pandemi ini sistem pembelajaran jarak jauh punya struktur yang kurang jelas dibandingkan di kelas formal. “Tidak semua keluarga punya area belajar khusus, sehingga anak bisa belajar di mana saja dan sulit menghindari distraksi dari lingkungan sekitar. Hal ini akan mempengaruhi fokus dan konsentrasi serta performa belajar anak”, kata Katarina.
Absennya elemen sosial membuat proses belajar menjadi kurang menyenangkan. “Anak sulit untuk bertanya langsung jika ada hal yang kurang dipahami, karena tidak semua orangtua bisa mendampingi. Sekolah seringkali jadi identik dengan tugas sehingga anak lebih jenuh dan tidak termotivasi,” kata dia. Zenius ? Platform edukasi teknologi, Zenius, baru-baru ini menghadirkan wadah baru bagi orang tua dan guru untuk membantu si kecil belajar sambil jelajahi dunia pembelajaran virtual melalui ZeniusLand yang mengedepankan pengalaman belajar yang menyenangkan.
Melalui platform ini, anak-anak usia 7 hingga 12 tahun akan bisa belajar bahasa, matematika, dan bidang lainnya berdasarkan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) secara interaktif dan menyenangkan. “Belajar untuk mencapai target orang tua atau sekolah memang tidak salah, namun motivasi eksternal seperti itu akan lekas menguap begitu target tersebut tercapai. Sehingga, dibutuhkan pengalaman yang memicu emosi positif agar materi mudah dipahami selama mungkin,” kata Founder dan Chief Education Officer Zenius, Sabda PS.
Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Katarina tentang bagaimana menjaga semangat dan motivasi belajar si kecil. “Orang tua dan guru perlu menciptakan suasana menyenangkan dan membangun emosi positif anak dalam hal belajar. Ini bisa dilakukan dengan memvariasikan kegiatan dalam proses belajar setiap harinya seperti menyelingi penjelasan materi dengan kegiatan,” kata Katarina.
Selain itu, cara lain untuk memotivasi anak adalah dengan memberi anak kesempatan untuk memilih pelajarannya agar mereka semakin semangat. “Upayakan agar anak bisa praktek langsung dengan memberikan project yang memicu kreativitasnya. Terakhir, penggunaan media interaktif seperti video atau permainan bisa membuat anak lebih senang dan mau terlibat dalam proses pembelajaran,” kata dia. Agar proses belajar dan mengajar tetap menyenangkan, orang tua dan guru bisa memanfaatkan berbagai platform teknologi yang ada.
Menurut penelitian dari Neurosensum Indonesia Februari lalu, 87 persen anak-anak Indonesia sudah akrab dengan dunia media sosial sebelum menginjak usia 13 tahun – dan platform media sosial yang paling banyak digunakan adalah YouTube (78 persen). Sehingga, Zenius juga meluncurkan web series lucu, menghibur, sekaligus mendidik berjudul “Cerita Tiga Sekawan” untuk menambah semangat eksplorasi belajar anak . “Zenius selalu menekankan pentingnya untuk menjadi cerdas, lebih dari sekadar tahu. Cerdas di sini berarti memiliki keterampilan dasar (fundamental skills) yang baik, mulai dari matematika dasar, membaca, dan penalaran ilmiah. Selain itu, kurikulum rancangan kami juga memiliki misi untuk menumbuhkan kecintaan terhadap belajar dalam diri semua orang sejak dini. Ketika orang sudah memiliki kecintaan belajar sejak kecil, mereka akan memiliki kemampuan untuk menyerap konsep pembelajaran dengan mudah.”
Pada tahap awal, ZeniusLand telah menghadirkan lebih dari 40 video pembelajaran, lebih dari 200 pertanyaan, dan lebih dari 40 materi pembelajaran interaktif untuk siswa kelas 4-6 SD. Platform ini telah tersedia di Android, dan akan segera tersedia di iOS. Ke depannya, Zenius juga berencana memperluas jangkauan kurikulum hingga meliputi kelas 1-3 SD. (ant)