Bangun Hubungan Yang Sehat dan Memuaskan Dengan Pasangan

24 Okt 2025, 16:15 WIB
Author: Klarinthia Ratri, M. Psi., Psikolog
relationship hubungan relasi romantis
bangun-hubungan-yang-sehat-dan-memuaskan-dengan-pasangan
                

Ditulis oleh : Klarinthia Ratri, M.Psi., Psikolog (Psikolog Klinis Dewasa PION Clinician)

Hi Pioneers, hubungan romantis seringkali menjadi salah satu aspek paling penting dalam kehidupan seseorang. Namun, menjaga hubungan agar tetap sehat dan memuaskan membutuhkan usaha, kesadaran, dan keterampilan dari kedua belah pihak. Berdasarkan penelitian John & Julie Gottman selama lebih dari 5 dekade, ada beberapa ciri, tantangan, serta fondasi penting yang perlu diperhatikan agar hubungan dapat bertahan dan tumbuh dengan baik.

Hal pertama yang mungkin paling penting untuk diketahui adalah beberapa ciri-ciri hubungan romantis yang sehat, seperti: 

  1. Pertemanan & Keintiman Emosional: Dasar dari hubungan romantis yang sehat, dimana pasangan saling mengenal dunia satu sama lain, menghargai, serta berusaha memenuhi kebutuhan pasangan.
  2. Pandangan Positif: Hubungan sehat ditandai dengan adanya pandangan positif terhadap pasangan dan hubungan itu sendiri.
  3. Menghadapi Konflik dengan Sehat: Konflik tidak dihindari, melainkan dihadapi melalui dialog yang sehat: dimulai dengan lembut, adanya kemauan mendengarkan, usaha memperbaiki (repair attempt), dan menjaga kestabilan emosi selama proses resolusi.
  4. Menggapai Mimpi Bersama: Pasangan memiliki mimpi dan tujuan yang ingin dicapai bersama, sekaligus mendukung mimpi pribadi masing-masing.
  5. Makna Bersama dalam Hubungan: Nilai-nilai kehidupan, seperti makna pernikahan, rumah, dan peran pekerjaan, mampu diselaraskan untuk menciptakan makna bersama.

Di sisi lain, terdapat juga ciri-ciri hubungan yang tidak sehat, yang dicirikan oleh empat pola komunikasi yang disebut 4 Horsemen of the Apocalypse:

  1. Criticism: Kritik berlebihan yang menyerang pribadi pasangan.
  2. Defensiveness: Sikap membela diri berlebihan dan enggan bertanggung jawab.
  3. Contempt: Merasa lebih superior dari pasangan, sering muncul dalam bentuk sindiran, ejekan, atau kata-kata kasar.
  4. Stonewalling: Menarik diri dari komunikasi, sering kali karena intensitas emosi yang sudah terlalu tinggi.

Dengan mengenali tanda-tanda ini sejak dini, pasangan dapat segera melakukan perbaikan sebelum hubungan menjadi rapuh. Lebih jauh dari itu, penting juga dipahami bahwa di balik berbagai faktor yang membentuk hubungan yang sehat, ada dua pilar utama yang menopang seluruh aspek lainnya, yaitu rasa percaya dan komitmen. Rasa percaya memberikan rasa aman emosional, sementara komitmen berperan sebagai perekat yang menjaga hubungan tetap kokoh di tengah tantangan. Dari sinilah fondasi awal hubungan, keterbukaan dan keintiman (intimacy), dapat tumbuh dan berkembang dengan kuat

Setelah terbentuk dari rasa percaya dan komitmen, terdapat berbagai cara yang bisa dilakukan pasangan untuk memperkuat dan menjaga keintiman yang tercipta. Salah satu cara adalah dengan mengenali bahasa cinta pasangan. Hal ini dilakukan dengan:

  1. Mengamati kebutuhan dan kebiasaan kecil pasangan, apa yang membuatnya merasa senang, dihargai, atau tersentuh. 
  2. Setelah memahaminya, mulailah membentuk kebiasaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal-hal kecil sering kali punya makna besar, misalnya memuji penampilan pasangan hanya membutuhkan lima detik, tetapi mampu menciptakan rasa diapresiasi.

Namun tentu, hubungan tidak selalu berjalan mulus. Ada kalanya pasangan menghadapi tantangan yang menguji komitmen. Selain membangun keintiman lewat hal-hal kecil, keterampilan komunikasi juga memegang peran penting saat pasangan menghadapi tantangan. Tentunya, komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang sehat, dicirikan dengan keterbukaan, empati, dan keinginan untuk mendengarkan pasangan. Beberapa cara dalam melakukan komunikasi yang sehat adalah sebagai berikut: 

  1. Memahami: Ingatlah bahwa tahap pertama komunikasi adalah memahami posisi dan perspektif pasangan, bukan langsung mempersuasi. 
  2. Mengutarakan dengan Lembut: Setelah mendengarkan dan memahami posisi pasangan, barulah sampaikan posisi kita dengan lembut.
  3. Kompromi: Cobalah untuk mencapai titik kompromi/titik tengah antara kedua pandangan tersebut. 
  4. Mindset “We-ness”: Dalam menjalankan proses komunikasi ini, prinsip yang penting dipraktikkan adalah perspektif “Kami” (“We-ness”), yaitu memandang diri dan pasangan sebagai satu tim, yang bersama-sama menghadapi perbedaan dan tantangan, bukan sebagai dua pihak yang berlawanan.

Dalam perjalanan hubungan pasangan, akan ada waktu dimana kehidupan pasangan dipenuhi dengan segala tantangan, tanggung jawab, dan kesibukan. Masa ini menjadi masa penting bagi pasangan untuk tetap menjaga kehangatan agar hubungan tidak kehilangan keintiman yang dibentuk dari awal hubungan.  Beberapa cara diantaranya adalah:

  1. Jangan Berhenti “Pendekatan” (PDKT): Teruslah merasa penasaran dan berusaha mengenal dunia pasangan, agar tidak terjebak pada asumsi atau rasa bosan.
  2. Budaya Apresiasi & Kekaguman: Jangan lupakan alasan awal kita tertarik dan kagum pada pasangan. Berikan apresiasi, sekecil apa pun, untuk menjaga “api” hubungan.
  3. Ritual Koneksi: Buat ritual khusus yang unik, seperti kecupan sebelum berpisah, kencan mingguan, atau sesi pemeriksaan hubungan (relationship checkup) untuk mengevaluasi hubungan.

Dengan demikian, Pioneers, hubungan yang sehat dan memuaskan tidak tercipta begitu saja, melainkan hasil dari keputusan sadar dan upaya berkelanjutan dari kedua belah pihak untuk membangun serta memperjuangkan ikatan yang dijalani. Dengan fondasi pertemanan dan apresiasi, komunikasi yang sehat, serta keselarasan nilai dan tujuan, pasangan dapat menghadapi tantangan dengan lebih siap sekaligus menikmati perjalanan hubungannya dengan penuh makna.

Author: Klarinthia Ratri, M. Psi., Psikolog
Editor: Klarinthia Ratri, M. Psi., Psikolog
Shares
×