Bahaya People Pleaser, Berdampak Buruk untuk Kesehatan Mental

bahaya-people-pleaser-berdampak-buruk-untuk-kesehatan-mental
                

Parapuan.co – People pleaser terjadi saat seseorang selalu berusaha memprioritaskan orang lain agar diakui, padahal sebenarnya tidak berminat untuk membantu.

People pleaser selalu berusaha menyenangkan hati orang lain, kalau gak ngebantuin itu rasanya gak enak, dan merasa takut jika ditolak,” kata Irma Afriyanti Bakhtiary, M.Psi., Psikolog Klinis di PION Clinician saat dihubungi PARAPUAN, Kamis (25/11/2021).

Ia menambahkan, people pleaser itu tidak memiliki batasan yang dia buat untuk dirinya sendiri, kesulitan berkata tidak, dan kebutuhan untuk diakui.

Jika sikap people pleaser dilakukan secara terus menerus, maka akan menimbulkan tekanan pada diri sendiri dan berpengaruh pada kesehatan mental.

“Suatu hal jika dilakukan berlebihan pasti menimbulkan tekanan untuk diri sendiri. Ada hal di luar batas yang dipaksakan, tentunya berpengaruh pada kesehatan mental,” lanjutnya.

Dampak People Pleaser

Menurut Irma, ada dampak positif dari people pleaser seperti kepuasan pada diri sendiri, senang mendapatkan pujian, dan dinilai positif oleh orang lain.

Namun, kepuasaan tersebut hanya sesaat, selebihnya sikap people pleaser dapat menjadi beban karena terus memprioritaskan orang lain.

“Dampak positifnya seperti gampang menolong, terlihat bagus, punya banyak teman, dan kepuasan saat mendapatkan pujian,” ujar Irma.

“Tapi mereka merasa beban setelah itu, people pleaser merasa memiliki kebutuhan untuk diakui orang lain,” imbuhnya.

Irma menyebut, people pleaser jika terus-menerus dilakukan dapat mengembangkan kecemasan, depresi, hingga gangguan kepribadian berat lainnya.

Tak hanya itu, sikap people pleaser dapat mendorong seseorang untuk memiliki ekspektasi atau harapan supaya diperlakukan seperti itu juga oleh orang lain.

Pasalnya, jika tidak mendapatkan pengakuan atau sesuatu yang diinginkan, mereka akan kecewa karena tidak ada balas budinya.

“Adanya ekspektasi atau harapan yang bikin kondisinya jadi gak enak. Ketika orang biasa disenengin, polanya jadi terbentuk. Tapi tidak ada timbal baliknya yang bikin kecewa,” tutur Irma.

Sejalan dengan itu, PARAPUAN juga melakukan riset bertajuk People Pleaser dengan 328 responden pada 26-29 Oktober 2021.

Dari hasil Riset PARAPUAN, terdapat 5 dampak negatif tertinggi yang dirasakan responden dengan perilaku people pleasing, antara lain:

  • Dimanfaatkan orang lain (75%)
  • Memendam perasaan (51%)
  • Sulit untuk mengutarakan pikiran dan perasaan (48%)
  • Merasa frustasi, cemas, dan stres (39%)
  • Pendapat kurang didengar (35%)

Merasa bersalah karena menolak

Menjadi people pleaser itu rumit, sering kali merasa bersalah karena menolak atau tidak menolong orang lain.

“Bagi people pleaser, jika tidak menjalankan ekspektasi orang lain dia akan self-blaming,” ujar Jennyfer, M.Psi., Psikolog Klinis Dewasa dan Remaja, Rabu (24/11/2021). 

Self-blaming terjadi karena dia merasa kalau orang lain gagal, itu kesalahannya dia,” terangnya.

https://youtube.com/watch?v=_UElt5-1jxM%3Fenablejsapi%3D1%26origin%3Dhttps%253A%252F%252F

Jennyfer mengingatkan, bagaimana pun juga tanggung jawab orang lain adalah milik mereka, bukan tanggung jawab kita.

Hanya karena menolak membantu orang lain dan mereka gagal, bukan berarti hal tersebut karena kesalahan kita.

“Cuma karena kita memprioritaskan orang lain daripada dirinya sendiri, ini seakan-akan kita yang salah. Padahal itu cuma perasaan kita,” kata Jennyfer.

Jennyfer berpesan, cobalah untuk berani berkata “Tidak” jika tidak bersedia membantu orang lain.

Serta, buat batasan bagi diri sendiri kapan dan berapa lama harus membantu orang lain dengan niat benar-benar ingin membantu.

“Tidak perlu menyalahkan diri sendiri saat menolak orang lain, it’s okay to say no,” tegas Jennyfer.

“Kita harus tahu porsi atau kapabilitas kita itu bagaimana, daripada kita memaksakan diri yang ujungnya malah tidak maksimal,” lanjutnya.

Shares
×